Minggu, 08 Mei 2011

Shalat (الصلاة) Bagian - 1


Shalat (الصلاة) menurut istilah Syara' ialah "Beberapa ucapan dan perbuatan tertentu, yang diawali de­ngan takbir dan diakhiri dengan salam."

Shalat-shalat Fardlu 'Ain itu lima kali selama sehari semalam, yang diketahui dengan pasti dari penjelasan agama (ma'lumatun min ad-diin bi ad-dhoruurah). Karena itu, orang yang menentangnya di hu­kum Kafir.
Shalat fardlu yang lima ini ber­kumpul semuanya sebagai kesa­tuan hanya pada ajaran yang di­bawa oleh Nabi Muhammad saw. 
Kefardluan shalat yang lima itu diturunkan pada malam Isra, malam 27 bulan Rajab 10 tahun 3 bulan terhitung semenjak Mu­hammad diangkat menjadi Rasul. Shalat Shubuh tanggal 27 Rajab tersebut tidak wajib dikerjakan, karena belum diketahui cara-cara mengerjakannya.
Shalat Maktubah lima waktu itu wajib dikerjakan hanya oleh se­tiap orang Islam yang mukallaf -yaitu yang telah sampai baligh, berakal sehat-, yang suci.
Maka shalat tidak diwajibkan atas orang Kafir asli, orang gila. Juga sedang ayan dan sedang mabuk yang keduanya bukan akibat main­-main. Karena mereka tidak terkena beban agama; dan tidak 'diwajibkan pula atas perempuan yang sedang menstruasi dan nifas, karena shalat tidak shah dikerja­kan mereka, dan merekapun tidak wajib mengqodlo'-nya.
Tetapi shalat tetap diwajibkan atas orang murtad dan orang yang mabuk akibat main-main. Orang muslim mukallaf yang suci, apabila dengan sengaja menunda shalat fardlu hingga melewati waktu penjama'annya, ia malas melakukannya sedang berkeya­kinan bahwa shalat itu wajib di­kerjakan, kemudian disuruh ber­taubat dan ia tidak mau bertau­bat, maka dikenakan hadd (=pi­dana) pancung leher.
Menurut pendapat bahwa me­nyuruh bertaubat itu sunnah ti­dak wajib, maka pemancung le­her orang yang menunda shalat seperti di atas sebelum bertau­bat adalah tidak dikenakan pida­na. Tetapi pemancung itu telah menjalankan dosa
Orang yang meninggalkan shalat karena menentangnya sebagai ke­wajiban, adalah dibunuh sebagai orang kafir. la tidak usah diman­dikan dan tidak pula dishalati.
Apabila seseorang dengan tanpa ada halangan ia meninggalkan sha­lat, maka ia wajib segera mengqa­dlo' shalat itu.
la wajib qodlo' seketika itu juga. Syaikhuna Ahmad bin Hajar -rahmat Allah semoga padanya­mengemukakan : Yang jelas, o­rang yang tertinggal shalat harus­lah menggunakan secukup waktu untuk mengqodlo'nya selain wak­tu yang digunakan untuk melaku­kan sesuatu yang wajib atasnya; di samping juga haram baginya melakukan shalat sunnah (sebe­lum shalat qodlo' ).
Apabila seseorang tertinggal sha­lat lantaran suatu halangan -misal­nya tidur atau lupa yang benar­benar bukan main-main-, maka dalam kewajiban Qodlo'nya, ia disunnahkan melakukan dengan segera.
Jika seseorang tertinggal shalat karena suatu udzur, maka dalam kewajiban qodlo'nya ia disunnah­kan melakukan shalat-shalat yang tertinggal secara berurutan waktu­nya -ia melakukan qodlo' shalat Shubuh sebelum Dhuhur, dst-.
Dan disunnahkan mendahul ukan qodlo' sebelum shalat yang bera­da (ada'), kalau tidak khawatir kehabisan waktunya ; Menurut pendapat yang mu'tamad, bah­wa kesunnatan mendahulukan qodlo' dari shalat Ada' itu tetap berlaku, walaupun khawatir akan ketinggalan berjama'ah.
Kalau ia tertinggal shalatnya bu­kan karena suatu udzur, maka wajib mendahulukan qodlo' dari­pada shalat Adaa'.
Adapun jika dia khawatir keha­bisan waktu untuk shalat Adaa' sehingga sepotong -walaupun se­dikit- dari shalat Adaa' akan ter­jadi di luar waktu, maka dia harus mendahulukan shalat Adaa'nya. Wajib mendahulukan qodlo' sha­lat yang tertinggal tanpa udzur, atas qodlo' shalat yang tertinggal sebab suatu udzur, walaupun me-. nyebabkan tidak tertib waktunya. Karena tertib itu sunnah, sedang­kan bersegera adalah wajib.
Sunnah membelakangkan shalat Rowatib sesudah qodlo' shalat yang tertinggal sebab udzur; dan wajib, kalau tertinggalnya itu tan­pa suatu udzur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar